(by : Asiyah)
Anak adalah amanat bagi orang tua,
hatinya yang suci bagaikan mutiara yang bagus dan bersih dari setiap kotoran
dan goresan. Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang
menjadi orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat bertanggungjawab
penuh agar anak dapat tumbuh dan berkembang manjadi manusia yang berguna bagi
dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya sesuai
dengan tujuan dan kehendak Tuhan. Pertumbuhan dan perkembangan anak dijiwai dan
diisi oleh pendidikan yang dialami dalam hidupnya, baik dalam keluarga,
masyarakat dan sekolahnya. Karena manusia menjadi manusia dalam arti yang
sebenarnya ditempuh melalui pendidikan, maka pendidikan anak sejak awal
kehidupannya, menempati posisi kunci dalam mewujudkan cita-cita “menjadi
manusia yang berguna”.
Dalam Islam, eksistensi anak
melahirkan adanya hubungan vertikal dengan Allah Penciptanya, dan hubungan
horizontal dengan orang tua dan masyarakatnya yang bertanggungjawab untuk
mendidiknya menjadi manusia yang taat beragama. Walaupun fitrah kejadian
manusia baik melalui pendidikan yang benar dan pembinaan manusia yang jahat dan
buruk, karena salah asuhan, tidak berpendidikan dan tanpa norma-norma agama
Islam. Anak sebagai amanah dari Allah, membentuk 3 dimensi hubungan, dengan
orang tua sebagai sentralnya. Pertama, hubungan kedua orang tuanya dengan Allah
yang dilatarbelakangi adanya anak. Kedua, hubungan anak (yang masih memerlukan
banyak bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya. Ketiga, hubungan anak
dengan kedua orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah.
Oleh karena itu dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan pengasuhan anak ini, ajaran Islam yang tertulis dalam
al-Qur’an, Hadits, maupun hasil ijtihad para ulama (intelektual Islam) telah
menjelaskannya secara rinci, baik mengenai pola pengasuhan anak pra kelahiran
anak, maupun pasca kelahirannya. Allah SWT memandang bahwa anak merupakan
perhiasaan dunia. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi
ayat 46;
اَلْمَالُ
وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيوةِ الدُّنْيَا ج وَالْبقِيتُ الصّلِحتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رِبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلاً. {الكهف: 46}
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.[4] (QS. al-Khafi: 46)
Dalam ayat lain Allah berfirman;
يآيُّهَا
الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا…{ التّحريم : 6 }.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka ….[5] (QS. at-Tahrim: 6)
Dengan demikian mendidik dan membina anak beragam
Islam adalah merupakan suatu cara yang dikehendaki oleh Allah agar anak-anak
kita dapat terjaga dari siksa neraka. Cara menjaga diri dari apa neraka adalah
dengan jalan taat mengerjakan perintah-perintah Allah.
Sehubungan dengan itu maka pola pengasuhan anak yang
tertuang dalam Islam itu dimulai dari:
1. Pembinaan pribadi calon suami-istri, melalui
penghormatannya kepada kedua orang tuanya
2. Memilih dan menentukan pasangan hidup yang
sederajat (kafa’ah).
3. Melaksanakan pernikahan sebagaimana diajarkan oleh
ajaran Islam
4. Berwudlu dan berdo’a pada saat akan melakukan
hubungan sebadan antara suami dan istri
5. Menjaga, memelihara dan mendidik bayi (janin) yang
ada dalam kandungan ibunya.
6. Membacakan dan memperdengarkan adzan di telinga
kanan, dan iqamat ditelinga kiri bayi
7. Mentahnik anak yang baru dilahirkan. Tahnik artinya
meletakkan bagian dari kurma dan menggosok rongga mulut anak yang baru
dilahirkan dengannya, yaitu dengan cara meletakkan sebagian dari kurma yang
telah dipapah hingga lumat pada jari-jari lalu memasukkannya ke mulut anak yang
baru dilahirkan itu. Selanjutnya digerak-gerakkan ke arah kiri dan kanan secara
lembut. Adapun hikmah dilakukannya tahnik antara lain; pertama, untuk
memperkuat otot-otot rongga mulut dengan gerakan-gerakan lidah dan
langit-langit serta kedua rahangnya agar siap menyusui dan menghisap ASI dengan
kuat dan alamiah, kedua, mengikuti sunnah Rasul.
8. Menyusui anak dengan air susu ibu dari usia 0 bulan
sampai usia 24 bulan
9. Pemberian nama yang baik.
Oleh karena itu pada setiap muslim, pemberian jaminan
bahwa setiap anak dalam keluarga akan mendapatkan asuhan yang baik, adil,
merata dan bijaksana, merupakan suatu kewajiban bagi kedua orang tua. Lantaran
jika asuhan terhadap anak-anak tersebut sekali saja kita abaikan, maka niscaya
mereka akan menjadi rusak. Minimal tidak akan tumbuh dan berkembang secara
sempurna.
Pengertian
Pola Asuh
Pola asuh merupakan sikap orang tua
dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi,
antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara
memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara
orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan
demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik
orang tua terhadap anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan orang tua yang
berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang
dilakukan dengan sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan
situasi maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam situasi seperti
ini yang diharapkan muncul dari anak adalah efek-instruksional yakni
respon-respon anak terhadap aktivitas pendidikan itu.
Macam-macam
Pola Asuh
Untuk mewujudkan kepribadian anak,
menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, sehingga
perkembangan keagamaannya baik, kepribadian kuat dan mandiri, berperilaku
ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara
optimal, maka ada berbagai cara dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua
menurut Hurluck sebagaimana dikutip Chabib Thoha, yaitu:
a. Pola Asuh
Otoriter
Pola asuh ototriter adalah pola asuh
yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat,
seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua),
kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak
berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita-cerita, bertukar pikiran dengan
orang tua, orang tua malah menganggap bahwa semua sikapnya yang dilakukan itu
dianggap sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua
keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anaknya. Pola asuh yang bersifat
otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukuman tersebut sifatnya hukuman
badan dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya. Perbedaan seperti sangat
ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut menginjak
dewasa.
b. Pola Asuh Demokratis
Demokrasi merupakan proses dan
mekanisme sosial yang dinilai akan lebih mendatangkan kebaikan bersama bagi
orang banyak. Sedangkan bila dikaitkan dengan istilah pemimpin, maka pemimpin
demokratis adalah pemimpin yang memberikan penghargaan dan kritik secara objek
dan positif. Dengan tindakan-tindakan demikian, pemimpin demokratis itu berpartisipasi
ikut serta dengan kegiatan-kegiatan kelompok. Ia bertindak sebagai seorang
kawan yang lebih berpengalaman dan turut serta dalam interaksi kelompok dengan
peranan sebagai kawan. Dengan demikian pola asuh demokratis paling tidak
mencerminkan pola asuh yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, antara lain
kebebasan, maksudnya memberikan kebebasan kepada anak dalam hal yang bersifat
positif.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan
pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang ditandai dengan adanya
pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak
selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada
anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya,
dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu
sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya
sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggungjawab kepada diri
sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
mengatur hidupnya.
Oleh karena itu dalam keluarga orang tua dalam hal ini
pengasuh harus merealisasikan peranan atau tanggung jawab dalam mendidik
sekaligus mengasuh anak didik/anak asuhnya.Pola asuh demokratis ini merupaka kajian
penulis dalam rangka mencari hubungan antara pola asuh demokratis dengan
perkembangan keberagamaan anak.
c. Pola Asuh Laisses Fire
Pola asuh ini adalah pola asuh
dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap orang dewasa
atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Kontrol
orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada
anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu
mendapat teguran. Arahan atau bimbingan. Hal itu ternyata dapat diterapkan
kepada orang dewasa yang sudah matang pemikirannya sehingga cara mendidik
seperti itu tidak sesuai dengan jika diberikan kepada anak-anak. Apalagi bila
diterapkan untuk pendidikan agama banyak hal yang harus disampaikan secara
bijaksana. Oleh karena itu dalam keluarga orang tua dalam hal ini pengasuh
harus merealisasikan peranan atau tanggung jawab dalam mendidik sekaligus
mengasuh anak didik/anak asuhnya.
No comments:
Post a Comment