Oleh:
Zulham Armashaf
Mengenalmu butuh waktu
Hari, minggu, bulan, bahkan tahun
Hanyalah hitungan yang singkat
Berabad-abad pun masih belum cukup
Dan itu bukanlah suatu hiperbola
Kamu, Bumi
Bumi adalah rumah bagi makhluk-makhluk ciptaan Allah swt. Berjalan
kesana-kemari dan bisa kita saksikan keindahan yang tiada kiranya.
Gunung-gunung menjulang tinggi, kokoh, serta gagah. Sungai-sungai mengalir
lembut tenangkan hati yang kalut. Langit sebagai atap yang gemar berubah muka dijamin
manjakan mata.
Tidak sekadar menjadi saksi, kita pun bisa bertanya-tanya (wonder)
dan berpikir mengenai ciptaan-Nya. Sebab di dalamnya tersimpan tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Allah swt. befirman yang artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali Imran: 190)
Alam semesta beserta isinya, terutama bumi, telah direnungi oleh
berbagai bangsa dalam rentang waktu yang sangat lama. Berbeda dengan apa yang
kita ketahui sekarang, dahulu umat manusia memiliki keyakinan bahwa bumi berbentuk
datar. Sejarah mencatat bahwa alam tempat kita tinggal ini telah direnungi oleh
bangsa-bangsa jauh sebelum kita lahir. Bangsa Mesir dan Babilonia menggambarkan
bumi sebagai piringan yang mengapung di atas lautan. Pemikiran seperti ini disetujui oleh para
penyair pada jaman Yunani Kuno, seperti Homeros dan Hesiodos, dalam karya-karya
mereka. Begitu pun dengan para filsufnya, Thales, menurut beberapa sumber,
Leukippos dan Demokritus, menurut Aristoteles.
Tidak semua filsuf Yunani Kuno sependapat dengan Thales, Leukippos,
dan Demokritus. Terhitung sejumlah filsuf membantah pemikiran mereka, seperti
Pythagoras, Parmenides, Plato, dan Aristoteles. Didukung dengan hitungan
matematis, mereka berargumen bahwa bumi berbentuk bulat. Meski begitu mereka
masih meyakini bahwa bumi merupakan pusat alam semesta.
Pemikiran bahwa bumi sebagai pusat alam semesta atau yang disebut
dengan model geosentris bertahan hingga berabad-abad lamanya. Hal ini berubah
ketika seorang dari Polandia bernama Nicolaus Copernicus (1473-1543) menantang
pemikiran ini melalui karyanya, De Revolutionibus orbium coelestium (On the
Revolutions of the Celestial Sphere). Di dalam karyanya itu, dia
mengemukakan bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta, melainkan bumi bersama
planet-planet lainnya mengelilingi Matahari sebagai pusat tata surya atau disebut dengan model heliosentris. Publikasi
karyanya merupakan peristiwa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang
membalikkan pemikiran yang lama dan menukarnya dengan yang baru.
Demikianlah cerita singkat mengenai renungan-renungan manusia atas
tempat tinggalnya bernama bumi. Berkat hasil berpikir yang telah dikaruniai
Allah swt. terungkaplah keesaan dan keagungan-Nya.
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191)
No comments:
Post a Comment