MEMANG
SEHARUSNYA BERCERITA
Suatu
siang, sepulang sekolah, Adinda tiba di rumah dengan wajah yang murung dan
terlihat lesu.
“Assalamualaikum”,
ucap Adinda pelan sesampainya di rumah.
“Wa’alaikumsalam”,
balas ibu Adinda dan menghampiri Adinda yang telah masuk ke rumah.
“Loh,
anak ibu, pulang sekolah kok lesu banget kelihatannya?” Tanya ibu Adinda.
“Ah,
tidak kenapa-kenapa kok, bu. Cuma kepanasan saja.” Jawab Adinda dengan wajah
tersenyum namun, kemudian terlihat murung kembali dan menundukkan kepala.
“Ya
sudah, kamu ganti baju dulu, kemudian sholat terus cuci tangan dan makan ya,
kamu pasti sudah lapar kan?” Tanya ibu sambil tersenyum.
“Iya,
bu. Ya sudah, Dinda masuk ke kamar dulu ya, bu.” Jawab Adinda sambil tersenyum
dan kemudian masuk ke dalam kamarnya.
Ibu
Adinda yang sedari tadi memperhatikan anaknya sejak tiba di rumah, merasa ada
sesuatu yang sedang dipikirkan oleh anaknya dan membuatnya menjadi sedih.
Beliau khawatir karena tidak seperti biasanya Adinda pulang sekolah dengan
wajah murung dan terlihat lesu.
Beberapa menit kemudian, Adinda keluar
dari kamarnya dan menghampiri ruang makan untuk mengambil makanan dan kemudian
menyantap makan siangnya. Setelah makan siang, Adinda memutuskan untuk melihat
televisi di ruang keluarga. Namun, Adinda terlihat melamun walau pandangannya
lurus ke arah televisi. Pada saat itulah ibunya kembali memperhatikannya,
kemudian menghampiri dan duduk di sebelah Adinda.
“Loh, acaranya lucu begini, kok Dinda
malah diem aja.” Kata ibu Adinda sambil tersenyum kepada anaknya.
Adinda yang kaget, langsung pura-pura
tertawa melihat acara yang ada di televisi.
“Nak, ibu perhatikan, sejak Dinda tiba
di rumah tadi sampai sekarang, wajahmu terlihat murung sekali. Ada apa, Dinda?
Apakah Dinda sedang ada masalah di sekolah?” Tanya ibu dengan nada lembut.
Adinda menjawab dengan tersenyum, “Ah,
tidak ada apa-apa, bu. Dinda baik-baik saja di sekolah kok.”
Ibu berkata, “Tapi, ibu tidak tega
melihat Dinda seperti itu. Ibu khawatir, nak. Kalau Dinda sedang ada masalah
atau ada pikiran yang mengganggu, Dinda bisa cerita sama ibu. Mungkin ibu bisa
membantu Dinda mencari solusinya.”
Adinda tampak berpikir dan kemudian
berkata, “Ehm gimana ya bu. Dinda tidak enak membicarakannya kepada ibu.
Sebenarnya bukan Dinda yang punya masalah tapi entah kenapa Dinda terlalu
memikirkan masalah tersebut.”
“Dinda pelan-pelan saja. Ibu tidak
memaksa kok. Tapi ibu tidak tega melihat anak ibu sedih terus.” Kata ibu
Adinda.
Kemudian Adinda menjelaskan dengan
mata berkaca-kaca, “Ehm, baiklah bu. Jadi begini bu, dua teman Dinda sedang
berselisih pendapat, mereka tidak ingin bertemu satu sama lain dan mereka
berdua sekarang saling menjauh. Dinda bingung harus bagaimana bu. Mau memilih
salah satu, nanti dianggap tidak adil dan disebut pengkhianat juga. Kalau mau
mendamaikan mereka berdua juga sudah susah bu, mereka sama-sama keras kepala,
masih bersikukuh dengan pendapat dan pendirian mereka masing-masing. Dinda
bingung bu.”
“Hmm, ibu tahu perasaan Dinda. Dinda
ingin menjadi teman yang baik bagi teman-teman Dinda. Dinda ingin menyatukan
teman-teman Dinda yang sedang bersilang pendapat. Tapi, itu sudah resikonya
ketika Dinda memiliki sahabat dan teman-teman yang dekat sekali satu sama lain.
Saat kalian senang, kalian akan berbagi kesenangan tersebut namun, saat kalian
berbeda pendapat dan kemudian tidak mau mengalah, kalian langsung saling
menjauh dan bersikap bermusuhan.” Terang ibu Adinda.
“Lalu, sekarang apa yang harus Dinda
lakukan ya bu?” Tanya Adinda kepada ibunya.
Ibu Adinda menjawab, “Dinda tidak
perlu khawatir dan merasa bersalah. Dinda tidak perlu berpikir serius mengenai
permasalahan tersebut. Yang sedang ada masalah kan teman-teman Dinda. Biarkan
teman-teman Dinda sendiri yang menyelesaikan masalah yang ada di antara mereka.
Sebaiknya Dinda berdoa saja kepada Allah untuk kebaikan teman-teman Dinda dan
tetap mendukung serta membantu teman-teman Dinda dalam hal lain misal, dalam
hal pelajaran di sekolah atau lainnya. Setiap Dinda selesai sholat, jangan lupa
berdoa kepada Allah. Pasti hati Dinda juga akan merasa tenang setelah sholat.”
“Ah iya bu. Terima kasih bu, telah
mendengarkan cerita Dinda. Memang seharusnya Dinda cerita kepada ibu. Hati
Dinda sudah merasa lebih tenang sekarang, hehe….” Kata Adinda sambil tertawa
dan melihat ke arah ibunya.
“Itu baru anak ibu. Ibu senang Dinda
bisa cerita sama ibu, hehe….” Kata ibu Adinda sambil tertawa dan kemudian
tangannya mengelus-elus kepala anaknya dengan lembut.
Mereka pun kemudian melanjutkan
kembali melihat acara di televisi sambil sesekali tertawa bersama-sama.
SELESAI
Indri
Murti A.
No comments:
Post a Comment